Kamis, 25 April 2013

ADA SAATNYA PERJALANAN TERHENTI




Ini adalah kali kedua aku meginjakkan kaki ke Bumi Buen Kesong, Tanah Grogot Kabupaten Paser. Tak ada yang berubah dari daerah yang serba ungu ini. Semua tampak normal dan biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa. Perjalanan kali ini untuk melihat kembali persiapan pembentukkan bank sampah, sekaligus silaturrahmi dengan para pengurusnya.

Hal menarik dan berkesan justru terjadi pada saat perjalanan pulang dari Grogot menuju Penajam. Kami memilih untuk menggunakan angkutan umum. Awalnya dalam mobil tersebut hanya kami berdua yang menjadi penumpang. Aku tiduran saja menikmati perjalanan. Memasuki daerah Kecamatan Kuaro, naiklah tiga orang penumpang. Dua orang gadis muda duduk di depan, dan seorang tua duduk di belakang. Setelah kedua gadis tersebut turun, si orang tua yang rambutnya telah memutih dan memakai kopiah hitam pindah duduk di depan, di samping sopir.

“Terkadang anak-anak itu aneh ya pak”, kata si orang tua berkopiah mengawali percakapan. “perjalanan dari Balikpapan menuju ke sini tetntu saja jauh dan berat bagi orang tua seperti kita. Seharusnya anak yang datang berkunjung, bukan kita”, lanjutnya. Rupanya si orang tua datang ke Kuaro untuk mengunjungi anaknya.

Si sopir hanya menjawab singkat,”mungkin anak bapak banyak kesibukan. Usia bapak berapa?”
“Saya  sudah lebih dari 60 tahun”, jawab si bapak berkopiah.
“kalau begitu Saya lebih tua. Saya sudah 73 tahun”, kata si sopir.
Si bapak berkopiah terkejut. Aku pun terkejut. Tujuh puluh tiga tahun? Luar biasa! Tentu saja bukan usia yang ideal untuk masih menjalani profesi sebagai sopir. Jarak Penajam sampai ke Tanah Grogot memakan waktu tiga hingga empat jam. 

Penasaran, si bapak berkopiah bertanya, ”apa rahasianya hingga bapak masih tetap kuat menjadi sopir di usia setua ini?” si bapak melanjutkan, “meski usia saya telah cukup lanjut, tapi sangat sedikit memiliki pengalaman hidup”

“banyak orang yang lebih muda dari Saya tapi sudah tidak bisa bekerja. nikmati hidup apa adanya, tetap tersenyum, syukuri apa yang ada”, kiat si sopir tua.
Kiat sederhana dan masuk akal. Si bapak sopir tua menjadi bukti nyata kiat tersebut.

Semakin lama obrolan makin asyik. Aku yang semula terserang kantuk menjadi terjaga dan lebih segar. Guyon khas orang tua terus mengalir, dengan sesekali mengurai nostalgia masa lalu. Mulai dari kehidupan saat remaja yang menggelitik, kondisi daerah penajam dan sekitarnya pada waktu lampau, bahkan hingga mengarah kepada kondisi politik terkini bangsa ini. Si sopir terkadang melirik kami di belakang, dan sesekali meminta pendapat atau pandangan dari kami yang lebih muda. Kami hanya mengiyakan saj tanpa mendebat untuk membuat percakapan terus menarik. Orang tua berambut putih yang berada di samping si sopir terus bertanya, bahkan cenderung agak ”provokatif”. Perpaduan yang komplit, si bapak berkopiah terus bertanya tentang pengalaman hidup, dan si sopir tua menjawab dengan penuh semangat, yang terkadang ditingkahi guyon yang membuat seisi mobil tertawa terpingkal-pingkal.

Meski hanya sopir, ternyata si orang tua yang memiliki banyak anak ini sukses menyekolahkan semua anaknya. Istrinya dibuatkan usaha untuk mencukupi kebutuhan hidup. Usaha rental mobil. Secara ekonomi, kehidupan pak sopir ini lebih dari cukup. Anak-anaknya memintanya untuk berhenti menjadi sopir. Tetapi harga dirinya mengatakan lain. Ia ingin terus bekerja hingga pada saatnya nanti waktu juga yang akan menghentikannya.

”Ada saatnya aku akan berhenti bekerja. Tenagaku tak akan selamanya kuat. Jika saat itu tiba, maka aku akan berhenti. Tak ada yang bisa melawan takdir. Setiap orang akan terus bertambah menjadi tua, bukan sebaliknya. Apa yang aku kerjakan saat ini untuk memberikan contoh kepada anak-anakku bahwa hidup itu harus tetap diperjuangkan. Harus tetap diisi dengan kerja dan kegiatan positif”, ucapnya panjang lebar saat ditanya mengapa masih tetap bekerja di usia setua itu.

Ia menambahkan, ”menurut nabi, tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Memberi lebih baik dari pada meminta. Meski anak-anak memberi dengan ikhlas, tetapi hati kecilku yang tidak bisa menerima. Itu bukan pelajaran yang baik bagi anak-anak. Aku melakukannya untuk menjadi pegangan bagi mereka agar nanti jika mereka sudah tua masih tetap memegang prinsip hidup seperti yang aku jalani. Jangan menggantungkan hidup pada orang lain, meski pada anak sendiri. Kecuali jika kita sudah benar-benar tidak mampu”.  

Obrolan pun berubah arah. Kali ini tentang kehidupan si sopir tua yang ternyata mempunyai 3 orang istri. Si bapak berkopiah semakin penasaran dengan meminta ”resep” apa yang membuat si sopir mempunyai daya tarik tersendiri. Pak sopir tidak terpancing. Ia hanya menjawab diplomatis, bahwa ada amalan yang harus dipakai. Bahwa kehidupan telah ada yang mengatur. Rezeki, jodoh, hidup dan mati sudah ada yang mengatur. Kita tinggal berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya. Dan, harapan di bapak berkopiah untuk mendapatkan bocoran amalan tentang rahasia beristri banyak, tidak kesampaian meski berkali-kali memancing dengan berbagai pertanyaan. Hal ini membuat aku tersenyum geli melihat ekspressi kecewa dari si bapak meski telah berusaha dengan berbagai cara. Terkadang, meski topik telah berpindah, si bapak masih juga kembali pada topik ”amalan” tadi.

Amalan yang selalu diterapkan adalah sholawat nabi dan doa-doa agar diberi keselamatan. Selama puluhan tahun menjadi sopir, belum pernah ada kecelakaan yang menimpanya. Ia sering mengambil penumpang, bahkan yang tidak mempunyai uang sekalipun, dianggapnya sebagai sedekah. Katanya, ada penumpang yang saat turun dari mobil hanya membayar dengan ucapan ”terima kasih”. Ia pun tidak ikut antri di terminal untuk menunggu penumpang. Menurutnya, rezeki ada di sepanjang jalan. Dan benar saja, mobil yang semula kosong saat dari Grogot, menjadi penuh dengan penumpang saat dalam perjalanan. Belakangan diketahui, ternyata si sopir sudah menunaikan ibadah haji. Mobil yang aku tumpangi juga ternyata milik sendiri sehingga tidak perlu terlalu ngotot mengejar setoran.

Perjalanan ini menyadarkan bahwa pengalaman, hikmah, kebijaksanaan, dapat diperoleh di mana saja, termasuk di angkutan umum sekalipun. Hikmah bisa diperoleh dari siapa saja, bahkan dari seorang sopir tua sekalipun.

Efek dari obrolan yang mengasyikkan itu adalah perjalanan menjadi lebih lambat. Laju mobil yang kami tumpangi pun semakin lambat, seolah ikut meresapi perbincangan yang mengalir asyik. Meski awalnya aku agak kesal karena jarak tempuh menjadi lebih lama, tetapi akhirnya ikut hanyut mendengarkan percakapan kedua orang tua tersebut. Percakapan yang penuh hikmah dan mengocok perut kami. Hitung-hitung, ini juga kesempatan untuk menimba kebijakan dan pengalaman hidup dari orang tua.

Seperti kata pak sopir tua bahwa ”ada saatnya perjalanan terhenti”, pada akhirnya perjalanan kami benar-benar terhenti di pelabuhan feri Penajam yang ditempuh dengan perjalanan lebih dari waktu normal, 6 jam. Wow....

Hikmah yang terserak di sepanjang perjalanan
~Terima kasih Pak Sopir Tua atas sharing pengalaman hidup~


~NS~





JEJAK PEDULI DI TEKASALO

JEJAK PEDULI DI TEKASALOKemitraan – KBCF. Program yang baik adalah yang mampu menciptakan kemandirian. Begitulah... Posted by Salim L...