Ini adalah kali kedua aku
meginjakkan kaki ke Bumi Buen Kesong, Tanah Grogot Kabupaten Paser. Tak ada yang berubah dari daerah yang
serba ungu ini. Semua tampak normal dan biasa-biasa saja. Tak ada yang
istimewa. Perjalanan kali ini untuk melihat kembali persiapan pembentukkan bank
sampah, sekaligus silaturrahmi dengan para pengurusnya.
Hal menarik dan berkesan justru terjadi pada saat perjalanan pulang dari
Grogot menuju Penajam. Kami memilih untuk menggunakan angkutan umum. Awalnya
dalam mobil tersebut hanya kami berdua yang menjadi penumpang. Aku tiduran saja
menikmati perjalanan. Memasuki daerah Kecamatan Kuaro, naiklah tiga orang
penumpang. Dua orang gadis muda duduk di depan, dan seorang tua duduk di
belakang. Setelah kedua gadis tersebut turun, si orang tua yang rambutnya telah
memutih dan memakai kopiah hitam pindah duduk di depan, di samping sopir.
“Terkadang anak-anak itu aneh ya pak”, kata si orang tua berkopiah
mengawali percakapan. “perjalanan dari Balikpapan menuju ke sini tetntu saja
jauh dan berat bagi orang tua seperti kita. Seharusnya anak yang datang
berkunjung, bukan kita”, lanjutnya. Rupanya si orang tua datang ke Kuaro untuk
mengunjungi anaknya.
Si sopir hanya menjawab singkat,”mungkin anak bapak banyak kesibukan. Usia
bapak berapa?”
“Saya sudah lebih dari 60 tahun”,
jawab si bapak berkopiah.
“kalau begitu Saya lebih tua. Saya sudah 73 tahun”, kata si sopir.
Si bapak berkopiah terkejut. Aku pun terkejut. Tujuh puluh tiga tahun? Luar
biasa! Tentu saja bukan usia yang ideal untuk masih menjalani profesi sebagai
sopir. Jarak Penajam sampai ke Tanah Grogot memakan waktu tiga hingga empat
jam.
Penasaran, si bapak berkopiah
bertanya, ”apa rahasianya hingga bapak masih tetap kuat menjadi sopir di usia
setua ini?” si bapak melanjutkan, “meski usia saya telah cukup lanjut, tapi
sangat sedikit memiliki pengalaman hidup”
“banyak orang yang lebih muda
dari Saya tapi sudah tidak bisa bekerja. nikmati hidup apa adanya, tetap
tersenyum, syukuri apa yang ada”, kiat si sopir tua.
Kiat sederhana dan masuk akal. Si bapak sopir tua menjadi bukti nyata kiat
tersebut.
Semakin lama obrolan makin asyik. Aku yang semula terserang kantuk menjadi
terjaga dan lebih segar. Guyon khas orang tua terus mengalir, dengan sesekali
mengurai nostalgia masa lalu. Mulai dari kehidupan saat remaja yang menggelitik,
kondisi daerah penajam dan sekitarnya pada waktu lampau, bahkan hingga mengarah
kepada kondisi politik terkini bangsa ini. Si sopir terkadang melirik kami di
belakang, dan sesekali meminta pendapat atau pandangan dari kami yang lebih
muda. Kami hanya mengiyakan saj tanpa mendebat untuk membuat percakapan terus
menarik. Orang tua berambut putih yang berada di samping si sopir terus
bertanya, bahkan cenderung agak ”provokatif”. Perpaduan yang komplit, si bapak
berkopiah terus bertanya tentang pengalaman hidup, dan si sopir tua menjawab
dengan penuh semangat, yang terkadang ditingkahi guyon yang membuat seisi mobil
tertawa terpingkal-pingkal.
Meski hanya sopir, ternyata si orang tua yang memiliki banyak anak ini
sukses menyekolahkan semua anaknya. Istrinya dibuatkan usaha untuk mencukupi
kebutuhan hidup. Usaha rental mobil. Secara ekonomi, kehidupan pak sopir ini
lebih dari cukup. Anak-anaknya memintanya untuk berhenti menjadi sopir. Tetapi harga
dirinya mengatakan lain. Ia ingin terus bekerja hingga pada saatnya nanti waktu
juga yang akan menghentikannya.
”Ada saatnya aku akan berhenti bekerja. Tenagaku tak akan selamanya kuat.
Jika saat itu tiba, maka aku akan berhenti. Tak ada yang bisa melawan takdir.
Setiap orang akan terus bertambah menjadi tua, bukan sebaliknya. Apa yang aku
kerjakan saat ini untuk memberikan contoh kepada anak-anakku bahwa hidup itu
harus tetap diperjuangkan. Harus tetap diisi dengan kerja dan kegiatan positif”,
ucapnya panjang lebar saat ditanya mengapa masih tetap bekerja di usia setua
itu.
Ia menambahkan, ”menurut nabi, tangan di atas lebih baik daripada tangan di
bawah. Memberi lebih baik dari pada meminta. Meski anak-anak memberi dengan
ikhlas, tetapi hati kecilku yang tidak bisa menerima. Itu bukan pelajaran yang
baik bagi anak-anak. Aku melakukannya untuk menjadi pegangan bagi mereka agar
nanti jika mereka sudah tua masih tetap memegang prinsip hidup seperti yang aku
jalani. Jangan menggantungkan hidup pada orang lain, meski pada anak sendiri.
Kecuali jika kita sudah benar-benar tidak mampu”.
Obrolan pun berubah arah. Kali ini tentang kehidupan si sopir tua yang
ternyata mempunyai 3 orang istri. Si bapak berkopiah semakin penasaran dengan
meminta ”resep” apa yang membuat si sopir mempunyai daya tarik tersendiri. Pak
sopir tidak terpancing. Ia hanya menjawab diplomatis, bahwa ada amalan yang
harus dipakai. Bahwa kehidupan telah ada yang mengatur. Rezeki, jodoh, hidup
dan mati sudah ada yang mengatur. Kita tinggal berusaha semaksimal mungkin
untuk meraihnya. Dan, harapan di bapak berkopiah untuk mendapatkan bocoran
amalan tentang rahasia beristri banyak, tidak kesampaian meski berkali-kali
memancing dengan berbagai pertanyaan. Hal ini membuat aku tersenyum geli
melihat ekspressi kecewa dari si bapak meski telah berusaha dengan berbagai
cara. Terkadang, meski topik telah berpindah, si bapak masih juga kembali pada
topik ”amalan” tadi.
Amalan yang selalu diterapkan adalah sholawat nabi dan doa-doa agar diberi
keselamatan. Selama puluhan tahun menjadi sopir, belum pernah ada kecelakaan
yang menimpanya. Ia sering mengambil penumpang, bahkan yang tidak mempunyai
uang sekalipun, dianggapnya sebagai sedekah. Katanya, ada penumpang yang saat
turun dari mobil hanya membayar dengan ucapan ”terima kasih”. Ia pun tidak ikut
antri di terminal untuk menunggu penumpang. Menurutnya, rezeki ada di sepanjang
jalan. Dan benar saja, mobil yang semula kosong saat dari Grogot, menjadi penuh
dengan penumpang saat dalam perjalanan. Belakangan diketahui, ternyata si sopir
sudah menunaikan ibadah haji. Mobil yang aku tumpangi juga ternyata milik
sendiri sehingga tidak perlu terlalu ngotot mengejar setoran.
Perjalanan ini menyadarkan bahwa pengalaman, hikmah, kebijaksanaan, dapat
diperoleh di mana saja, termasuk di angkutan umum sekalipun. Hikmah bisa
diperoleh dari siapa saja, bahkan dari seorang sopir tua sekalipun.
Efek dari obrolan yang mengasyikkan itu adalah perjalanan menjadi lebih
lambat. Laju mobil yang kami tumpangi pun semakin lambat, seolah ikut meresapi
perbincangan yang mengalir asyik. Meski awalnya aku agak kesal karena jarak
tempuh menjadi lebih lama, tetapi akhirnya ikut hanyut mendengarkan percakapan
kedua orang tua tersebut. Percakapan yang penuh hikmah dan mengocok perut kami.
Hitung-hitung, ini juga kesempatan untuk menimba kebijakan dan pengalaman hidup
dari orang tua.
Seperti kata pak sopir tua bahwa ”ada saatnya perjalanan terhenti”, pada
akhirnya perjalanan kami benar-benar terhenti di pelabuhan feri Penajam yang
ditempuh dengan perjalanan lebih dari waktu normal, 6 jam. Wow....
Hikmah yang terserak di
sepanjang perjalanan
~Terima kasih Pak Sopir Tua
atas sharing pengalaman hidup~
~NS~