Banyak kisah terungkap saat pelatihan fasilitator yang
diselenggarakan oleh Kemitraan melalui Program Peduli. Pelatihan yang dilakukan
mulai tanggal 16 s/d 23 Maret 2015 di Purwokerto dan diikuti oleh puluhan
fasilitator peduli dari berbagai provinsi di Indonesia, mengangkat isu
pendampingan komunitas adat dan suku asli yang terpinggirkan, terabaikan,
diskriminatif dan ter-ekslusi.
Masih banyak stigma buruk yang berkembang di masyarakat tentang
komunitas terpinggirkan, terutama komunitas suku adat. Anggapan bahwa mereka
jorok, bodoh, terbelakang, membuat komunitas ini cenderung tidak mendapat
tempat di tengah masyarakat. Cemoohan dan hinaan kerapkali menerpa mereka.
Hal itu pula yang terjadi terhadap Suku Anak Dalam alias
Suku Rimba di Sumatra. Mereka hidup nomaden dalam rimba, berpindah dari satu
tempat ke tempat lain. Hal ini dilakukan jika ada anggota dalam satu “rombong”
ada yang meninggal dunia. Perpindahan ini mereka sebut sebagai “melangun”.
Keluarga Suku Anak Dalam tinggal berdesakan dalam sebuah
“rumah” sangat sederhana dengan beratapkan tenda, tanpa dinding. Tua dan muda,
laki-laki dan perempuan, berkumpul menjadi satu dalam rumah tersebut. Sungguh,
tempat tinggal yang sangat tidak layak untuk disebut sebagai rumah.
Syamri, fasilitator Lembaga Pundi Sumatra yang mendampingi
Suku Anak Rimba di Jambi mengatakan bahwa kehidupan mereka sangat
memprihatinkan. “Jika kelompok Anak Rimba melewati sebuah kampung, penduduk
setempat akan menutup hidung dan mencemooh mereka”, ujarnya.
Begitu pula kisah yang diungkapkan oleh Haris, rekan Syamri
di Pundi Sumatra. Haris bahkan menitikkan air mata saat live in di tempat tinggal Suku Anak Dalam. “Pernah suatu waktu anak
dari Suku Rimba sakit. Sang Ibu hanya bisa menyanyikan lagu untuk menghibur anaknya,
yang baru bisa dibawa ke Puskesmas terdekat keesokan harinya”, ujarnya.
Haris menambahkan bahwa pernah suatu ketika anggota
komunitas Suku Anak Dalam mengalami sakit. Oleh pihak puskesmas setempat,
anggota keluarga Suku Anak Dalam yang menderita sakit tersebut ditempatkan di
sebuah ruangan gudang dengan alasan ruang perawatan penuh. Sebuah perlakuan yang sangat menyayat
hati bagi siapapun yang melihatnya.
Terlepas dari kelas sosial yang mereka miliki, Suku Anak
Dalam juga adalah Manusia. Mereka bagian dari Republik ini. Mereka juga layak
mendapatkan perlakuan yang sama layaknya manusia lain di negri tercinta ini.
Menyakiti mereka, berarti menyakiti negri ini. Mereka adalah manusia, sama
dengan rakyat Indonesia umumnya, yang wajib mendapatkan hak-hak dasar mereka..
Tapi mereka tidak sendirian. Selalu ada orang-orang hebat,
yang bersedia membantu mengangkat martabat mereka. Salah satunya dengan program
pendampingan yang dilakukan oleh Pundi Sumatra melalui Program Peduli. Saatnya
“memanusiakan manusia”.
#IDIinklusif