Senin, 14 April 2014

SEMANGAT DARI SELATAN



“Bu, ada undangan dari PT Badak untuk mengirimkan dua orang perwakilan kelompok mengikuti pelatihan”
 “Sebentar pak, kami harus rapat dulu malam ini”.
“Tapi sekarang kan sudah lumayan malam, Bu”
“Sudah menjadi kesepakatan kelompok kami bahwa setiap keputusan yang diambil harus melalui rapat”
“Meski malam-malam begini? Apa anggota tidak merasa keberatan?”
Nggak, anggota kelompok siap hadir tiap pertemuan, meski malam hari”.

Kutatap jam dinding. (Maklum, nggak pernah memakai jam tangan, hehehe). Arah jarum panjang di angka 12 dan jarum pendek di angka 9. Pukul 21.00 Wita.

Beberapa saat kemudian kembali ponselku berdering. “Apakah boleh saya mengirim semua anggota”? Tanya Ibu Hapsiah di ujung sana, menunjukkan spirit yang tinggi untuk mengikuti kegiatan.
“Tapi undangannya hanya untuk dua orang, Bu”, jawabku

Itulah kutipan pembicaraanku via ponsel dengan dengan Ibu Hapsiah, Ketua Kelompok Karya Bersama Lok Tunggul. Kelompok dampingan KBCF di Kota Bontang yang selalu memperlihatkan semangat yang tinggi. Di tengah segala keterbatasan, tidak menyurutkan semangat berkelompok mereka. Aturan main telah dibuat. Dan, setiap anggota kelompok mempunyai kewajiban untuk menjalankan kesepakatan itu.

Lok Tunggul. Sebuah wilayah yang terletak di Selatan Kota Bontang. Untuk menjangkaunya butuh sedikit perjuangan. Melewati jalan tanah yang berlumpur dan licin saat hujan. Butuh perjuangan ekstra menggunakan sepeda motor. Jika hujan turun dengan deras, perjalanan menuju kesana menjadi “mengasyikkan”, ibarat pembalap off road. Jembatan ulin panjang menghubungkan kampung ini dengan wilayah Teluk Kadere sehingga memungkinkan untuk dijangkau dengan perjalanan darat. Sebelum tahun 2013, satu-satunya akses menuju ke kampung Lok Tunggul menggunakan alat transportasi laut.

Alternatif lain untuk menjangkau daerah ini melalui laut. Dengan menggunakan perahu ketinting, daerah ini bisa dicapai kurang lebih 45 menit dari pelabuhan Tanjung Laut Indah Bontang. Laut tidak selalu bersahabat. Kadang tenang, kadang gelombang datang menghempas ketinting.

Sulitnya akses tidak menurunkan semangat anggota kelompok yang semuanya adalah kaum perempuan. Jika ada undangan, pagi-pagi sekali mereka telah berangkat menggunakan ketinting. Saat gelombang datang, mereka pun harus berjuang melawan rasa khawatir. Tanpa jaket pelindung, tanpa alat penolong keselamatan. Semua serba natural. Mungkin karena telah terbiasa, membuat segala jenis perlengkapan tersebut menjadi “tidak berarti”.

Semangat seperti itu terus tumbuh seiring kegiatan pendampingan yang dilakukan KBCF. Seolah-olah menemukan dunia baru dengan keasyikannya tersendiri, setelah sekian lama hanya berkutat pada kegiatan rutin di urusan domestik rumah tangga. Spirit yang ingin menunjukkan bahwa kaum ibu-ibu juga bisa melakukan kegiatan bermanfaat, bisa membangun jaringan dengan pihak luar, mampu beradaptasi dengan lingkungan luar, serta mempunyai kesempatan yang sama untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mereka, bisa belajar membagi waktu antara urusan keluarga dengan urusan luar.

Kegiatan pendampingan telah memberikan manfaat signifikan bagi kelompok ibu-ibu. Bahwa, kemampuan menjalin kerjasama dan kemitraan dengan dunia luar bukan hanya milik laki-laki. Bahwa kaum perempuan juga bisa melakukan hal-hal yang selama ini hanya dilakukan oleh laki-laki di kampungnya. Bahwa kaum perempuan pun mempunyai kesempatan didengarkan suaranya, ikut terlibat dalam urusan pembangunan di kampungnya, yang selama ini meraka hanya menjadi penonton saja.

Lebih dari itu, kaum perempuan adalah guru pertama dan utama bagi anak-anaknya. Meningkatnya kemampuan mereka, akan menular kepada anak-anaknya. Kaum ibu lah yang lebih sering bersama dan mengajarkan nilai-nilai serta pengetahuan kepada anak-anaknya.

“Pengetahuan kami menjadi meningkat dengan mengikuti kegiatan-kegiatan pendampingan. Kepercayaan diri kami pun ikut meningkat. Suara kami menjadi lebih didengarkan. Jika ada pertemuan di kampung, kaum perempuan khususnya yang terlibat dalam kelompok, seringkali mendapat undangan untuk ikut memberikan pendapat. Peristiwa yang hampir tak pernah terjadi di waktu-waktu yang lalu”, pungkas ibu Hapsiah.

Kegiatan pendampingan, sejatinya adalah meningkatkan kemampuan dan pemahaman kelompok-kelompok yang suaranya hampir tidak didengarkan di dalam komunitasnya. Menularkan virus optimisme dan kepercayaan diri, bukan untuk lebih tinggi dibandingkan laki-laki, tapi agar terjadi keseimbangan peran dalam sebuah komunitas. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan dan kemampuan yang sama. Pendampingan yang dilakukan telah memperlihatkan hal itu.  (ns)

Lok Tunggul, semangat yang tak pernah padam…

Reshuffle ala Salantuko



RESHUFFLE ala SALANTUKO

Masih ingatkah dengan peristiwa pemakzulan Bupati Garut, Aceng Fikri? Seorang kepala daerah yang dianggap melakukan tindakan kurang pantas sebagai seorang pejabat publik. Anggota DPRD Garut sepakat untuk melakukan pemakzulan yang berakhir pada dicopotnya jabatan Sang Bupati. 

Pada versi lain, pemakzulan juga terjadi di pesisir Selatan Kota Bontang. Lebih tepatnya adalah re-organisasi. Kelompok Bunga Laut, salah satu kelompok dampingan KBCF di daerah Salantuko, mengadakan perombakan kabinet. Pengurus lama diganti. Alasannya adalah karena pengurus lama tidak fokus lagi mengurus kelompok. Ketua dan bendahara pindah domisili ke Sulawesi. Kekosongan pengurus dikhawatirkan berdampak terganggunya kegiatan kelompok.
Salantuko, daerah dalam wilayah Kelurahan Bontang Lestari ini terkena proyek pembangunan pembangkit listrik. Sebagian warganya akan di-relokasi. Kondisi ini yang kemudian membuat banyak warga, termasuk pengurus kelompok, bersiap-siap meninggalkan Salantuko. Dampaknya adalah kelompok Bunga Laut terlantar, bagai ayam kehilangan induk. Anggota kelompok kemudian berinisiatif melakukan perubahan pengurus. 

Awal Mei 2013, terbentuklah kepengurusan baru. Suburia, yang sebelumnya menjabat sebagai sekretaris, “naik pangkat” menjadi ketua kelompok. Ketua yang baru ini masih sangat muda, belum genap 20 tahun. Marisa, terpilih sebagai sekretaris. Usia sekretaris pun sebaya dengan ketua. Jadilah kelompok Bunga Laut dinahkodai oleh anak-anak muda. 

Kisah Unik Sang Nahkoda Baru
Suburia, secara resmi terpilih menjadi ketua kelompok yang baru. Terpilihnya Suburia karena dianggap mampu menjalankan roda organisasi kelompok, yang sebelumnya telah mempunyai pengalaman sebagai sekretaris. Ibu muda ini juga dianggap lebih fleksibel dan lebih cair dalam menjalin komunikasi dengan pihak luar. Suaminya pun mendukung kegiatannya, dengan setia menjadi “ojek” pribadi mengantar istrinya menghadiri berbagai kegiatan. 

Namun, ada sekelumit kisah unik tentang ketua baru ini. Menurut kisah yang dituturkan oleh fasilitator KBCF, bahwa pada saat awal masuknya pendampingan di Salantuko, Suburia belum bergabung dengan kelompok. Dia hanyalah seorang anak muda yang masih lugu. Pada saat pertemuan di Masjid Salantuko, Suburia dengan malu-malu hanya mengintip jalannya pertemuan dari balik jendela masjid. Mungkin rasa ingin tahunya menggerakkan untuk ikut mencuri dengan diskusi ibu-ibu di masjid tersebut. Saat diminta untuk masuk mengikuti pertemuan, dia justru kabur karena malu.

Pada saat kegiatan pendampingan berlangsung intensif, Suburia bergabung dengan kelompok. Jabatan sekretaris diembannya. Rupanya ibu muda ini adalah sosok yang cepat belajar dan beradaptasi. Ia mengikuti berbagai kegiatan kelompok, yang membuat pemahamannya bertambah. Hal inilah yang mengantarkannya menjadi pemimpin dalam kelompok Bunga Laut.

Jabatan ketua kelompok mungkin bukanlah jabatan yang wah bagi kebanyakan orang. Tapi bagi komunitas kecil dan jauh dari pusat keramaian seperti di Salantuko, menjadi ketua kelompok mempunyai prestise tersendiri, sekaligus beban yang tidak ringan. Ketua kelompok harus mampu menjadi wakil bagi kepentingan anggotannya. Ketua kelompok harus rela menjadi tempat curhat atas segala permasalahan yang terjadi di kelompoknya. Ketua kelompok menjadi pengambil keputusan terakhir. Gap pemahaman yang begitu jauh dengan anggota kelompok, membuatnya menjadi sosok yang diandalkan untuk mewakili kepentingan kelompoknya. Bukan tugas yang mudah, apalagi melihat usianya yang masih muda. Ternyata, kepemimpinan tidak selalu berbanding lurus dengan usia.  (ns)

  

JEJAK PEDULI DI TEKASALO

JEJAK PEDULI DI TEKASALOKemitraan – KBCF. Program yang baik adalah yang mampu menciptakan kemandirian. Begitulah... Posted by Salim L...