“Bu, ada undangan dari PT Badak
untuk mengirimkan dua orang perwakilan kelompok mengikuti pelatihan”
“Sebentar pak, kami harus rapat dulu malam ini”.
“Tapi sekarang kan sudah lumayan malam, Bu”
“Sudah menjadi kesepakatan
kelompok kami bahwa setiap keputusan yang diambil harus melalui rapat”
“Meski malam-malam begini? Apa
anggota tidak merasa keberatan?”
“Nggak, anggota kelompok siap hadir tiap pertemuan, meski malam
hari”.
Kutatap jam dinding. (Maklum, nggak pernah memakai jam tangan, hehehe).
Arah jarum panjang di angka 12 dan jarum pendek di angka 9. Pukul 21.00 Wita.
Beberapa saat kemudian kembali
ponselku berdering. “Apakah boleh saya mengirim semua anggota”? Tanya Ibu
Hapsiah di ujung sana, menunjukkan spirit yang tinggi untuk mengikuti kegiatan.
“Tapi undangannya hanya untuk dua
orang, Bu”, jawabku
Itulah kutipan pembicaraanku via ponsel dengan dengan Ibu Hapsiah,
Ketua Kelompok Karya Bersama Lok Tunggul. Kelompok dampingan KBCF di Kota Bontang
yang selalu memperlihatkan semangat yang tinggi. Di tengah segala keterbatasan,
tidak menyurutkan semangat berkelompok mereka. Aturan main telah dibuat. Dan,
setiap anggota kelompok mempunyai kewajiban untuk menjalankan kesepakatan itu.
Lok Tunggul. Sebuah wilayah yang
terletak di Selatan Kota Bontang. Untuk menjangkaunya butuh sedikit perjuangan.
Melewati jalan tanah yang berlumpur dan licin saat hujan. Butuh perjuangan
ekstra menggunakan sepeda motor. Jika hujan turun dengan deras, perjalanan
menuju kesana menjadi “mengasyikkan”, ibarat pembalap off road. Jembatan ulin panjang menghubungkan kampung ini dengan
wilayah Teluk Kadere sehingga memungkinkan untuk dijangkau dengan perjalanan
darat. Sebelum tahun 2013, satu-satunya akses menuju ke kampung Lok Tunggul
menggunakan alat transportasi laut.
Alternatif lain untuk menjangkau
daerah ini melalui laut. Dengan menggunakan perahu ketinting, daerah ini bisa
dicapai kurang lebih 45 menit dari pelabuhan Tanjung Laut Indah Bontang. Laut
tidak selalu bersahabat. Kadang tenang, kadang gelombang datang menghempas ketinting.
Sulitnya akses tidak menurunkan
semangat anggota kelompok yang semuanya adalah kaum perempuan. Jika ada
undangan, pagi-pagi sekali mereka telah berangkat menggunakan ketinting. Saat
gelombang datang, mereka pun harus berjuang melawan rasa khawatir. Tanpa jaket
pelindung, tanpa alat penolong keselamatan. Semua serba natural. Mungkin karena
telah terbiasa, membuat segala jenis perlengkapan tersebut menjadi “tidak
berarti”.
Semangat seperti itu terus tumbuh
seiring kegiatan pendampingan yang dilakukan KBCF. Seolah-olah menemukan dunia baru dengan keasyikannya
tersendiri, setelah sekian lama hanya berkutat pada kegiatan rutin di urusan
domestik rumah tangga. Spirit yang ingin menunjukkan bahwa kaum ibu-ibu juga
bisa melakukan kegiatan bermanfaat, bisa membangun jaringan dengan pihak luar,
mampu beradaptasi dengan lingkungan luar, serta mempunyai kesempatan yang sama
untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mereka, bisa belajar membagi waktu
antara urusan keluarga dengan urusan luar.
Kegiatan pendampingan telah
memberikan manfaat signifikan bagi kelompok ibu-ibu. Bahwa, kemampuan menjalin
kerjasama dan kemitraan dengan dunia luar bukan hanya milik laki-laki. Bahwa
kaum perempuan juga bisa melakukan hal-hal yang selama ini hanya dilakukan oleh
laki-laki di kampungnya. Bahwa kaum perempuan pun mempunyai kesempatan
didengarkan suaranya, ikut terlibat dalam urusan pembangunan di kampungnya,
yang selama ini meraka hanya menjadi penonton saja.
Lebih dari itu, kaum perempuan
adalah guru pertama dan utama bagi anak-anaknya. Meningkatnya kemampuan mereka,
akan menular kepada anak-anaknya. Kaum ibu lah yang lebih sering bersama dan
mengajarkan nilai-nilai serta pengetahuan kepada anak-anaknya.
“Pengetahuan kami menjadi
meningkat dengan mengikuti kegiatan-kegiatan pendampingan. Kepercayaan diri
kami pun ikut meningkat. Suara kami menjadi lebih didengarkan. Jika ada
pertemuan di kampung, kaum perempuan khususnya yang terlibat dalam kelompok,
seringkali mendapat undangan untuk ikut memberikan pendapat. Peristiwa yang
hampir tak pernah terjadi di waktu-waktu yang lalu”, pungkas ibu Hapsiah.
Kegiatan pendampingan, sejatinya
adalah meningkatkan kemampuan dan pemahaman kelompok-kelompok yang suaranya
hampir tidak didengarkan di dalam komunitasnya. Menularkan virus optimisme dan kepercayaan diri, bukan untuk lebih tinggi
dibandingkan laki-laki, tapi agar terjadi keseimbangan peran dalam sebuah
komunitas. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan dan kemampuan yang
sama. Pendampingan yang dilakukan telah memperlihatkan hal itu. (ns)
Lok Tunggul, semangat yang tak pernah padam…