Senin, 14 April 2014

Reshuffle ala Salantuko



RESHUFFLE ala SALANTUKO

Masih ingatkah dengan peristiwa pemakzulan Bupati Garut, Aceng Fikri? Seorang kepala daerah yang dianggap melakukan tindakan kurang pantas sebagai seorang pejabat publik. Anggota DPRD Garut sepakat untuk melakukan pemakzulan yang berakhir pada dicopotnya jabatan Sang Bupati. 

Pada versi lain, pemakzulan juga terjadi di pesisir Selatan Kota Bontang. Lebih tepatnya adalah re-organisasi. Kelompok Bunga Laut, salah satu kelompok dampingan KBCF di daerah Salantuko, mengadakan perombakan kabinet. Pengurus lama diganti. Alasannya adalah karena pengurus lama tidak fokus lagi mengurus kelompok. Ketua dan bendahara pindah domisili ke Sulawesi. Kekosongan pengurus dikhawatirkan berdampak terganggunya kegiatan kelompok.
Salantuko, daerah dalam wilayah Kelurahan Bontang Lestari ini terkena proyek pembangunan pembangkit listrik. Sebagian warganya akan di-relokasi. Kondisi ini yang kemudian membuat banyak warga, termasuk pengurus kelompok, bersiap-siap meninggalkan Salantuko. Dampaknya adalah kelompok Bunga Laut terlantar, bagai ayam kehilangan induk. Anggota kelompok kemudian berinisiatif melakukan perubahan pengurus. 

Awal Mei 2013, terbentuklah kepengurusan baru. Suburia, yang sebelumnya menjabat sebagai sekretaris, “naik pangkat” menjadi ketua kelompok. Ketua yang baru ini masih sangat muda, belum genap 20 tahun. Marisa, terpilih sebagai sekretaris. Usia sekretaris pun sebaya dengan ketua. Jadilah kelompok Bunga Laut dinahkodai oleh anak-anak muda. 

Kisah Unik Sang Nahkoda Baru
Suburia, secara resmi terpilih menjadi ketua kelompok yang baru. Terpilihnya Suburia karena dianggap mampu menjalankan roda organisasi kelompok, yang sebelumnya telah mempunyai pengalaman sebagai sekretaris. Ibu muda ini juga dianggap lebih fleksibel dan lebih cair dalam menjalin komunikasi dengan pihak luar. Suaminya pun mendukung kegiatannya, dengan setia menjadi “ojek” pribadi mengantar istrinya menghadiri berbagai kegiatan. 

Namun, ada sekelumit kisah unik tentang ketua baru ini. Menurut kisah yang dituturkan oleh fasilitator KBCF, bahwa pada saat awal masuknya pendampingan di Salantuko, Suburia belum bergabung dengan kelompok. Dia hanyalah seorang anak muda yang masih lugu. Pada saat pertemuan di Masjid Salantuko, Suburia dengan malu-malu hanya mengintip jalannya pertemuan dari balik jendela masjid. Mungkin rasa ingin tahunya menggerakkan untuk ikut mencuri dengan diskusi ibu-ibu di masjid tersebut. Saat diminta untuk masuk mengikuti pertemuan, dia justru kabur karena malu.

Pada saat kegiatan pendampingan berlangsung intensif, Suburia bergabung dengan kelompok. Jabatan sekretaris diembannya. Rupanya ibu muda ini adalah sosok yang cepat belajar dan beradaptasi. Ia mengikuti berbagai kegiatan kelompok, yang membuat pemahamannya bertambah. Hal inilah yang mengantarkannya menjadi pemimpin dalam kelompok Bunga Laut.

Jabatan ketua kelompok mungkin bukanlah jabatan yang wah bagi kebanyakan orang. Tapi bagi komunitas kecil dan jauh dari pusat keramaian seperti di Salantuko, menjadi ketua kelompok mempunyai prestise tersendiri, sekaligus beban yang tidak ringan. Ketua kelompok harus mampu menjadi wakil bagi kepentingan anggotannya. Ketua kelompok harus rela menjadi tempat curhat atas segala permasalahan yang terjadi di kelompoknya. Ketua kelompok menjadi pengambil keputusan terakhir. Gap pemahaman yang begitu jauh dengan anggota kelompok, membuatnya menjadi sosok yang diandalkan untuk mewakili kepentingan kelompoknya. Bukan tugas yang mudah, apalagi melihat usianya yang masih muda. Ternyata, kepemimpinan tidak selalu berbanding lurus dengan usia.  (ns)

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong jangan memberikan komentar yang menyudutkan, agitasi ataupun berbau ras.. Terima Kasih. -NS-

JEJAK PEDULI DI TEKASALO

JEJAK PEDULI DI TEKASALOKemitraan – KBCF. Program yang baik adalah yang mampu menciptakan kemandirian. Begitulah... Posted by Salim L...