RESHUFFLE ala
SALANTUKO
Masih
ingatkah dengan peristiwa pemakzulan Bupati Garut, Aceng Fikri? Seorang kepala
daerah yang dianggap melakukan tindakan kurang pantas sebagai seorang pejabat
publik. Anggota DPRD Garut sepakat untuk melakukan pemakzulan yang berakhir
pada dicopotnya jabatan Sang Bupati.
Pada versi
lain, pemakzulan juga terjadi di
pesisir Selatan Kota Bontang. Lebih tepatnya adalah re-organisasi. Kelompok Bunga Laut, salah satu kelompok dampingan
KBCF di daerah Salantuko, mengadakan perombakan kabinet. Pengurus lama diganti.
Alasannya adalah karena pengurus lama tidak fokus lagi mengurus kelompok. Ketua
dan bendahara pindah domisili ke Sulawesi. Kekosongan pengurus dikhawatirkan berdampak
terganggunya kegiatan kelompok.
Salantuko,
daerah dalam wilayah Kelurahan Bontang Lestari ini terkena proyek pembangunan
pembangkit listrik. Sebagian warganya akan di-relokasi. Kondisi ini yang kemudian membuat banyak warga, termasuk
pengurus kelompok, bersiap-siap meninggalkan Salantuko. Dampaknya adalah kelompok
Bunga Laut terlantar, bagai ayam kehilangan induk. Anggota kelompok kemudian
berinisiatif melakukan perubahan pengurus.
Awal Mei
2013, terbentuklah kepengurusan baru. Suburia, yang sebelumnya menjabat sebagai
sekretaris, “naik pangkat” menjadi ketua kelompok. Ketua yang baru ini masih
sangat muda, belum genap 20 tahun. Marisa, terpilih sebagai sekretaris. Usia
sekretaris pun sebaya dengan ketua. Jadilah kelompok Bunga Laut dinahkodai oleh
anak-anak muda.
Kisah Unik Sang
Nahkoda Baru
Suburia,
secara resmi terpilih menjadi ketua kelompok yang baru. Terpilihnya Suburia
karena dianggap mampu menjalankan roda organisasi kelompok, yang sebelumnya
telah mempunyai pengalaman sebagai sekretaris. Ibu muda ini juga dianggap lebih
fleksibel dan lebih cair dalam menjalin komunikasi dengan pihak luar. Suaminya
pun mendukung kegiatannya, dengan setia menjadi “ojek” pribadi mengantar
istrinya menghadiri berbagai kegiatan.
Namun, ada
sekelumit kisah unik tentang ketua baru ini. Menurut kisah yang dituturkan oleh
fasilitator KBCF, bahwa pada saat awal masuknya pendampingan di Salantuko,
Suburia belum bergabung dengan kelompok. Dia hanyalah seorang anak muda yang
masih lugu. Pada saat pertemuan di Masjid Salantuko, Suburia dengan malu-malu
hanya mengintip jalannya pertemuan
dari balik jendela masjid. Mungkin rasa ingin tahunya menggerakkan untuk ikut
mencuri dengan diskusi ibu-ibu di masjid tersebut. Saat diminta untuk masuk
mengikuti pertemuan, dia justru kabur
karena malu.
Pada saat
kegiatan pendampingan berlangsung intensif, Suburia bergabung dengan kelompok.
Jabatan sekretaris diembannya. Rupanya ibu muda ini adalah sosok yang cepat
belajar dan beradaptasi. Ia mengikuti berbagai kegiatan kelompok, yang membuat
pemahamannya bertambah. Hal inilah yang mengantarkannya menjadi pemimpin dalam
kelompok Bunga Laut.
Jabatan ketua
kelompok mungkin bukanlah jabatan yang wah
bagi kebanyakan orang. Tapi bagi komunitas kecil dan jauh dari pusat keramaian
seperti di Salantuko, menjadi ketua kelompok mempunyai prestise tersendiri, sekaligus
beban yang tidak ringan. Ketua kelompok harus mampu menjadi wakil bagi
kepentingan anggotannya. Ketua kelompok harus rela menjadi tempat curhat atas
segala permasalahan yang terjadi di kelompoknya. Ketua kelompok menjadi pengambil
keputusan terakhir. Gap pemahaman
yang begitu jauh dengan anggota kelompok, membuatnya menjadi sosok yang
diandalkan untuk mewakili kepentingan kelompoknya. Bukan tugas yang mudah, apalagi
melihat usianya yang masih muda. Ternyata, kepemimpinan tidak selalu berbanding
lurus dengan usia. (ns)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong jangan memberikan komentar yang menyudutkan, agitasi ataupun berbau ras.. Terima Kasih. -NS-