ISYARAT
Suatu malam di sebuah rumah,
seorang anak usia tiga tahun sedang menyimak sebuah suara. “Ting…ting…ting!
Ting…ting…ting!” Pikiran dan matanya menerawang ke isi rumah. Tapi, tak satupun
yang jas jadi jawaban.
“Itu suara pedagang bakso
keliling, Nak!”, suara sang ibu menangkap kebingungan anaknya. “Kenapa ia
melakukan itu, Bu?” Tanya sang anak polos. Sambil tersenyum, ibu itu
menghampiri. “Itulah isyarat. Tukang bakso cuma ingin bilang, ‘Aku ada di
sekitar sini!” jawab si ibu lembut.
Beberapa jam setelah itu, anak
kecil tadi lagi-lagi menyimak suara asing. Kali ini berbunyi beda. Persis
seperti klakson kendaraan. “Teeet…teeet…teeet!”. Ia melongok lewat jendela.
Sebuah gerobak dengan lampu petromak tampak didorong oleh seseorang melewati
jalan depan rumahnya. Lagi-lagi, anak kecil itu bingung. Apa maksud suara itu,
padahal tak sesuatu pun menghalangi jalan. Kenapa mesti membunyikan klakson.
Sember lagi!
“Anakku. Itu tukang sate ayam.
Suara klakson itu isyarat. Ia pun cuma ingin mengatakan, ‘Aku ada di dekatmu!
Hampirilah!” ungkap sang ibu yang lagi-lagi menangkap kebingungan anaknya. “Koq
ibu tahu?” kilah si anak lebih serius. Tangan sang ibu membelai rambut anaknya.
“Nak, bukan Cuma ibu yang tahu. Semua orang dewasa pun paham itu. Simak dan
pahamilah. Kelak, kamu akan tahu isyarat-isyarat itu!” ucap si ibu dengan penuh
kasih sayang.
***
Diantara kedewasaan melakoni
hidup adalah kemampuan menangkap dan memahami isyarat, tanda, simbol dan
sejenisnya. Mungkin, itulah bahasa tingkat tinggi yang dianugerahi Allah buat
makhluk yang bernama manusia.
Begitu efisien, begitu efektif.
Tak perlu berteriak, tak perlu menerabas batas-batas etika; orang bisa paham
maksud pembicara. Cukup dengan berdehem ‘ehm’ misalnya, orang pun paham kalau
di ruang yang tampak kosong itu masih ada yang tinggal.
Di pentas dunia ini, alam kerap
menampakkan seribu satu isyarat. Gelombang laut yang tiba-tiba naik ke daratan,
tanah yang bergetar kuat, cuaca yang tak lagi mau teratur, angina yang
tiba-tiba mampu menerbangkan rumah, dan virus mematikan yang entah dari mana
sekonyong-konyong hinggap di kehidupan manusia.
Itulah bahasa tingkat tinggi yang
cuma bisa dimengerti oleh meraka yang dewasa. Itulah isyarat Tuhan: “Aku selalu
di dekatmu, kemana pun kau menjauh!”. Simak dan pahamilah. Agar, kita tidak
seperti anak kecil yang cuma bisa bingung dan gelisah dengan kentingan tukang
bakso dan klakson pedagang sate ayam.
Sumber : Muhammad
Nuh, Majalah Saksi, 17 Agustus 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong jangan memberikan komentar yang menyudutkan, agitasi ataupun berbau ras.. Terima Kasih. -NS-